Senin, 10 Januari 2022

Kenapa Gue Menghormati dan Menghargai Teman Gue

17.08

 


 

Servus!

 

Manusia adalah makhluk sosial. Fitrahnya kita harus bersosialisasi, bukan hanya ketika ada kepentingan tertentu, tapi lebih dasar lagi adalah untuk menjaga kewarasan kita. Makanya ada salah satu bentuk hukuman di penjara, gue nonton di film hollywood, di mana si napi dimasukkan ke dalam ruang isolasi tatkala dia berulah melanggar peraturan penjara. Hukuman semacam itu bukan tanpa maksud. Tidak berinteraksi dengan orang lain untuk waktu yang lama, apalagi orang-orang terdekat kita, bisa membuat kita stress. Bisa kita ambil banyak contoh selama masa pandemi ini. Mobilitas kita dibatasi sehingga akhirnya pada sambat di media sosial, mengeluhkan rindu untuk berkumpul dan kongkow-kongkow normal seperti masa sebelum pandemi. Semoga pandemi segera berlalu, yaa! Amin yaa robbal alamin.

Menjalin komunikasi penting untuk setiap manusia. Kita bisa berkomunikasi dengan siapa saja, dengan berbagai macam bahasa yang penting kita dan lawan bicara sama-sama paham tentang apa yang sedang dibicarakan. Bahkan, beberapa dari proses komunikasi tersebut ada yang menghasilkan sebuah kedekatan dengan kadar yang lebih tinggi daripada yang lain sehingga muncullah orang-orang yang kita anggap teman. Teman adalah orang-orang yang memiliki tempat spesial di hati setiap orang sehingga gak aneh kalau lagunya Project Pop yang judulnya "Ingatlah Hari Ini" hampir pasti akan dinyanyikan serempak ketika acara perpisahan atau malam keakraban. Itu dilakukan sebagai bentuk apresiasi dan ekspresi kasih sayang kita untuk teman-teman kita.

Keakraban yang terjalin menurut gue adalah sebuah hubungan timbal balik antara kita dan teman kita. Hubungan dua arah. Terdengar seperti transaksional atau gak ikhlas. Ini bukan soal ikhlas atau gak ikhlas, Bung. Apa lo gak malu ketika lo mengaku temannya si A, lalu si A ternyata tidak mengakui bahwa lo adalah temannya? Sering terjadi ketika tingkah lo malu-maluin sehingga bikin temen lo males ngakuin lo temennya. Cobain aja lo main ke Starbucks terus lo di sana naik ke atas meja dan bacain visi misi koperasi. Kalau masih diizinin duduk semeja masih syukur lo. wk

Pertemanan adalah hubungan dua arah. Keduanya harus saling mengakui. Pertemanan bubar ketika salah satu pihak sudah gak mengakui lagi. Makdarit, kita senantiasa berusaha untuk merawat pertemanan kita. Hebat banget bahkan ada yang berteman berpuluh-puluh tahun dari muda sampai oma opa. Namun, kedekatan yang sudah terjalin kadang kala membuat kita berlebihan dalam bersikap atau berucap. Menganggap bahwa teman sejati adalah yang sudah pasti menerima kekurangan kita. Berangkat dari anggapan tersebut kita jadi mengacuhkan tata krama terhadap teman. Tanpa lo sadari mungkin sebenernya lo sering banget bikin teman-teman lo KZL. Lo gak sadar, karena lo merasa hubungan lo sama si A baik-baik aja. Kenapa bisa gitu?

Menurut anabel (analisa gembel) gue hal itu bisa terjadi akibat adanya pengorbanan dari semua temen-temen lo. Gue menyadari that my friends put a lot of efforts to befriend me. Temen-temen gue tuh berusaha dan berkorban demi temenan sama gue. Dih, berasa R**a A**p gue. heu

Anyway, temen-temen lo masih bertahan sampai sekarang bukan karena kelakuan baik kita yang bagai malaikat. Kita masih punya temen karena mereka berkorban buat kita, baik itu tenaga, pikiran, dan perasaan. Mereka menurunkan ego pribadi untuk mentoleransi beberapa kelakuan-kelakuan kita yang kadang surem banget. Gimana enggak? Bayangin sekali waktu kita janjian sama temen kita pukul 14 WIB, tapi kita datengnya pukul 16 WIB. Apa dia gak gedek? Iyasih, dia berucap bahwa dia maafin kita. Tapi, memangnya maafin gak butuh tenaga dan usaha?

Itulah alasannya kenapa gue sangat sayang dan menghargai temen-temen gue. Apalagi sahabat. Karena gue sadar betapa besarnya "pengorbanan" mereka yang memilih untuk tetap menemani gue, tanpa pernah hitung-hitung berapa "pengorbanan" yang pernah mereka keluarin demi pertemanan ini. Sedikit melankolis, ya. Tapi beneran, deh. Coba lo bayangin dan resapin kalimat gue. Kadang tuh gue suka sedih, kenapa ya kelakuan gue kaya @*6%##|. Tapi temen gue pada baik-baik banget sama gue, sampai hari ini pada masih mau temenan sama gue. Makasih ya, kawan-kawanku! :")

Insya Allah gue pun akan berusaha sekuat tenaga untuk melakukan kebaikan minimal yang setimpal dengan yang udah kalian lakuin buat gue. Kalau bisa mah gue lebihin deh, lo ambil aje kembaliannya. Ikhlas gue.
 

Jangan lupa matiin lilin kalau lampu udah nyala lagi! 

 

Sekian.

 

( Photo by Womanizer Toys on Unsplash )

Rabu, 26 Mei 2021

Reduksi Kasih Sayang

08.18




 

[Disclaimer: Gw bukan pakar percintaan. Tulisan ini murni opini pribadi. Jika ada kerugian yang muncul karena mengikuti yang ada di tulisan ini, penulis tidak bertanggung jawab terhadapnya. Silakan dibaca dengan berkesadaran dan penuh tanggung jawab]

 

Servus!

 

Akhirnya! Setelah sekian lama vakum menulis, kali ini gw berkesempatan kembali menulis. Sebenernya mah ide ada aja, hanya saja niat dan waktu yang kadang sulit untuk diajak kompromi. Gw kan belum jadi penulis yang pro, yang bisa menulis naskah berbobot dalam waktu yang pasti lebih singkat dari yang gw butuhkkan dalam menyelesaikan satu tulisan. Tapi, gak masalah. Better late than 'eweuh' kalo kata orang mah, yah! :) 

 

Mengacu ke judul tulisan kali ini, mungkin sudah bisa ditebak bahwa tulisan ini akan berbau cinta berbumbu romansa. Iya! Betul sih. Gak salah 100%. Namun sebenarnya, gw lebih ingin mengulik tema percintaan ini dari sudut pandang yang menurut gw unik. Simak terus, ya! 

 

Bukan rahasia umum kalau salah satu ungkapan cinta yang sering digunakan adalah bunga dan coklat. Dalam beberapa kasus yang lebih ekstrem mungkin kita bisa menemukan ungkapan cinta itu berupa tiket liburan, tas mahal, atau mobil bahkan rumah! Crazy! Mohon maaf, gw sih gak level sama yang macem begitu, karena emang levelnya ketinggian! Abang gak shangguup, dik... hahaha

 

Pada dasarnya, gak ada yang salah dalam mengungkapkan cinta. Justru itu butuh dilakukan untuk lebih meneguhkan rasa cinta yang memang sudah ada. Yang ingin gw ulas adalah fenomena di tengah masyarakat bahwa ungkapan cinta yang romantis itu adalah memberi bunga dan coklat, bikin kejutan di hari ulang tahun, atau liburan bersama saat anniversary. Seolah hal-hal tersebut ada di "law of the game" percintaan, yang tentunya tidak tertulis, dan akhirnya menjadi "standar".


Kenyataanya, gak semua orang memiliki kesempatan dan kemauan untuk mengungkapkan cintanya sesuai "standar" yang berlaku. Coba jalan-jalan, deh. Maka lo akan tahu betapa manusia di bumi ini sangat beragam cara berpikirnya dan perilakunya. Sudah barang tentu cara mengungkapkan cintanya pun sangat beragam. Minimal, yang gw tahu sesuai dengan teori "5 Love Languages", manusia memiliki 5 kecenderungan dalam konteks pemenuhan rasa kasih sayang. Ada servis, hadiah, pujian, sentuhan, dan waktu yang berkualitas. Selengkapnya bisa cek di mari.


Sayangnya kita sudah terlanjur menyepakati sebuah standar, sehingga bisa muncul semacam rasa kurang puas ketika pasangan kita berlaku diluar "standar". Celakanya, ini bisa jadi pemicu pertengkaran dalam hubungan. Minimal, berkurangnya kebahagiaan saat bersama. Menurut gw ini konyol. Banget. Banget. Banget. Terus, apa hubungannya dengan judul? Bentar, ya. Setelah ini akan dijawab! :)

 

re.duk.si /réduksi/

n pengurangan, pemotongan (harga dan sebagainya).
       -Sumber


Rasa kasih sayang itu luas. Begitupun cara mengungkapkannya. Dengan adanya "standar" tadi, maka kasih sayang ini direduksi sehingga seolah hanya sekedar memberi bunga, kejutan saat ulang tahun, atau dinner di tempat mahal. Akibatnya, tidak tercipta ruang untuk kita berimprovisasi dalam hubungan untuk mengungkapkan kasih sayang kepada pasangan. Tidak ada kegiatan mancing dalam rangka pacaran. Nge-date kok ke museum? Udah kayak karya wisata anak SD! Mungkin seperti itu jadinya.

 

Gw dan istri berkesepemahaman bahwa ungkapan cinta itu harus diliberalisasi! Menetapkan standar sama saja dengan membunuh kreativitas dan keunikan sebuah pasangan. Biarkanlah masing-masing pasangan menentukan romantis versi mereka sendiri. Jangan hakimi mereka yang berbeda dan memilih tidak mengikuti "standar".


Sebagai contoh, gw hanya pernah memberi istri gw bunga sekali selama 6 tahun menjalin hubungan. Terhitung lebih sering gw memberikan mie instan daripada bunga. Konyol? Gak modal? Gak masalah. Lo semua boleh berkomentar. Cuma yang lo gak tahu, ada makna dibalik keputusan gw memberikan mie instan, alih-alih gw memberikan bunga. Nih gw kasih tahu!

 

Proses berpikir gw sampai akhirnya memutuskan memberi mie instan itu panjang dan gw gak asal-asalan memilih mie instan sebagai bentuk ungkapan cinta gw ke pasangan. Gw lebih suka memberi sesuatu yang thoughtful. Ini alasan gw, kenapa gw lebih memilih mie instan ketimbang bunga: 

1. pasangan gw suka banget sama mie instan itu 

2. Seru, loh, jadi bisa masak bareng, Bonding time lebih mantep! 

3. Kami menikmati makanan hasil usaha bersama. Enaknya gak ada yang bisa nandingin. Mohon maaf, chef Gordon Ramsay minggir, deh! 

 

Ah! Itu mah akal-akalan lo doang, bilang aja gak modal! Sekarang gini, lo beli bunga pakai apa? Cinta? Gak mungkin dong. Jelas pake duit, lah. Setelah lo keluarin duit untuk beli bunga dan lo berikan ke pasangan lo, setelah itu apa yang terjadi? Bunganya dibuang! Bunga kan gak bisa dimakan, kecuali lo Suzanna! Gw juga beli mie pake duit/modal, cuma bedanya mungkin ga semahal bunga pembelian lo! Prinsip gw: kalo gw keluar duit, gw harus bisa nikmatin. Maka, mie instan adalah pilihan yang lebih rasional daripada bunga. 

 

Intinya, kita harus bodo amat terhadap "standar" yang terlanjur berlaku. Yang terpenting adalah kebahagiaan kita dan pasangan, bukan dengan cara apa kita mendapatkannya (selama masih halal dan bertanggung jawab). Secara gak sadar gw dan pasangan mendobrak standar yang berlaku. Nge-date ke museum, lebih pilih mie instan daripada bunga, dan tidak merayakan hari kasih sayang, karena setiap hari adalah hari kasih sayang. Abaikan "standar" yang terlanjur berlaku, buatlah yang lebih menyenangkan daripada sekedar bunga dan coklat! Mari lebih thoughtful dalam bertukar hadiah. Lupakan nilai nominalnya, resapi maknanya. Nikmati momennya, abaikan tempatnya.

 

Jangan Lupa masuk kamar mandi kaki kiri dahulu!

 

Sekian. 

 

Bahasan ini sudah pernah tayang di Youtube Pangkatenam. Cek videonya di sini.

(Photo by Markus Winkler on Unsplash)

Senin, 21 September 2020

#GagalPaham, kenapa masih banyak yang tawuran!

06.00




0. Tentang gagal paham 


Gagal paham adalah tulisan yang  mengangkat secuil fakta-fakta dari keseharian kita yang ternyata kalau kita kaji dan renungi sifatnya misteri, menyimpang atau tidak pada tempatnya. Dengan tulisan ini Gw mencoba ngajak kalian berpikir bareng tentang fakta lapangan yang luput dari perhatian kita.

Disclaimer : Tulisan gw tidak ditujukan untuk menyalahkan, memojokkan, mendiskreditkan apalagi mencemarkan nama baik dari perseorangan maupun kelompok masyarakat tertentu. Hal-hal yang dibahas disini murni hasil pengamatan penulis yang kemudian dituangkan dalam bentuk tulisan.
 

1. Latar Belakang
 

Sebelumnya gw harus berterima kasih kepada algoritma youtube, karena gw jadi gak sengaja nemu sebuah channel youtube yang dikelola oleh seorang komika, namanya Rahmet Ababil. Harusnya kalian pada tau yah. Secara dia pernah ikut ajang cari bakat Stand Up Comedy di Kompas TV. Entah gimana pokoknya tiba-tiba nemu channel dia. Di channel-nya, Rahmet ngebawain hal yang menurut gw unik, yaitu cerita-cerita pengalaman pribadi dari orang-orang yang dulu pernah terlibat tawuran, terlepas apa perannya di kejadian itu. Namun, perlu dicatet bahwa si Rahmet ini buat video bukan dalam rangka mempromosikan tawuran, melainkan untuk memberi edukasi kepada teman-teman yang masih sekolah agar menghindari tawuran. Yang bikin gw bingung adalah kenapa masih ada temen-temen yang semangat banget ikut tawuran?
 

2. Contoh Konkret


Lagi-lagi gw harus berterima kasih sama algoritma youtube. Karena gw nonton salah satu videonya Rahmet, muncul otomatis beberapa saran video-video dengan tema yang serupa. Yang mencengangkan adalah tanggal video itu diunggah belum terlalu lama. Maksud gw bukan yang kaya 10 tahun lalu gitu, baru 2 atau 3 tahun lalu. Artinya, fenomena tawuran ini masih ada dan masih banyak juga pelajar-pelajar yang aktif di aktivitas tersebut. Selanjutnya, hal yang bikin gw sedih adalah tawuran-tawuran itu terjadi di berbagai daerah. Kalau dinilai dari luas persebarannya, fenomena ini bisa diibaratkan seperti wabah penyakit, atau pandemi. Memang efeknya tidak langsung seperti wabah, namun tetep aja memberi efek negativ kepada masyarakat luas. Karena emang gak tanggung-tanggung, di dalem kereta juga dijadiin tempat buat ribut. Yang cerita itu pengakuan langsung dari kawan gw yang dulu waktu sekolah selalu naik krl dari rumahnya. Ini terjadi di sekitar tahun 2008-an gitu, ketika krl belum sebersih dan senyaman sekarang.Tiba-tiba gerbong krl berubah jadi medan perang, di mana ada batu beterbangan, orang berteriak dan beradu otot.


3. Tanggapan


Sayang banget. Itu hal pertama yang bisa gw ungkapin. Ya, karena kalo lo pikir-pikir lagi, emang sayang banget. Silakan lo cari tau berapa orang yang punya kesempatan sekolah sampai SMA dan sederajat? Kalau angkanya sedikit, artinya lo yang bisa sekolah sampe jejang SMA dan sederajat adalah salah satu dari sedikit orang beruntung di Indonesia. Kalau udah dapet kesempatan seperti itu, masa sih mau lo sia-siain? Apa hubungannya tawuran dengan menyia-nyiakan kesempatan?

Pertama, karena tawuran itu seperti cuplikan perang dalam arti paling kecil. Maksud gw adalah konsep yang berlaku di tawuran dan perang itu sama, sama-sama gak ada yang bisa menebak siapa kena pukul, siapa yang bakal terluka, siapa yang selamat atau bahkan siapa yang meninggal. Yang sama lagi adalah bakal mengakibatkan kerugian buat banyak orang. Korban beserta keluarga udah jelas rugi. Sekolah juga jadi tercoreng namanya. Warga yang tinggal di sekitar tempat kejadian tawuran bisa dapet kerugian, karena bisa jadi ada pengerusakan fasilitas atau mungkin properti pribadi.

Kedua, Kalau amit-amitnya ada bocah yang meninggal, yaudah game over. Capek-capek orang tua ngebiayain dari kecil sampe gede, bahkan bisa aja ada momen dimana harus ngutang dsb, udahannya meninggal karena tawuran. Rugi banget, kan? Padahal dengan bekal pendidikan SMA sederajat bisa mendapatkan pekerjaan. Alih-alih bantu keluarga dengan bekerja, eh doski malah rebahan mulu (baca: udah meninggal jadi tiduran mulu di kuburan). 

Ketiga, gak ada kerjaan di dunia ini yang menganggap bahwa tawuran adalah hal yang pantas dan bisa jadi leverage di CV kita. Padahal, peradaban manusia udah semaju itu sehingga ada orang-orang yang menginisiasi perkumpulan untuk mewadahi temen-temen yang suka kekerasan. Sebut saja tinju, gulat, atau UFC. Kekerasan itu buruk, kalau gak disalurkan lewat kanal yang tepat. Kalau beradu otot lewat jalur yang benar, maka cedera bisa diminimalisasi, bertarung dengan sikap saling menghormati, ada wasitnya yang mengawasi, bahkan bisa mendapatkan komisi setelah bertanding. Jadi, suka berantem gak berakhir sia-sia cuma buat adu nyali. Kuncinya ada di regulasi. Hal yang untuk kita baik, seperti jual beli, bisa juga membawa kerugian, jika tidak diregulasi dengan aturan-aturan yang fair.
 
  
4. Saran


Cobalah dipikirkan lagi, apa emang ada manfaatnya? Banyak pengakuan dari temen-temen di channel Rahmet, bahwa mereka yang sempat baku hantam malah jadi berteman setelah lulus sekolah. Lalu, apa esensi dari tawuran? Apa nilai yang diperjuangkan dan dibela? karena pentolannya aja berteman lagi selepas lulus sekolah. Logikanya, dulu mereka pasti beraksi atas dasar sebuah nilai yang sangat dipercaya, yang nilai tersebut kehilangan esensinya setelah terima ijazah. Terus untuk apa lo berantem? Lain kali, cari sebuah nilai yang berkesinambungan, yang tak lekang oleh waktu. Misalkan, sebuah nilai yang bisa lo percayai dan perjuangkan adalah menyayangi orang tua sebagaimana mereka menyayangi lo sedari kecil. Dengan punya nilai seperti itu, insya Allah hidup lo bakal lebih semangat dan penuh makna. Orang tua lo ridho dengan apa yang dilakuin, sehingga  ada aja jalan untuk meraih yang dicitakan lewat doa mereka.

Kalau emang lo demen banget sama kekerasan, silakan daftar untuk masuk sasana tinju kek, atau gulat, atau UFC. Dengan begitu, keselamatan lo terjamin, karena dipantau dan resmi. Udah gitu lo juga bisa dapet uang dari hasil pukul-pukulan. Kalo tawuran, sama sekali gak ada hal yang lo dapet. 
 

5. Kesimpulan
 

Marilah kita memikirkan hal yang akan kita lakukan dengan bijak dan rasional. Bisa melanjutkan pendidikan jenjang yang lebih tinggi berarti lo dapat sebuah kesempatan yang mungkin gak dipunyai oleh temen-temen lain yang gak seberuntung lo. Gunakan kesempatan itu buat hal yang lebih besar. Terakhir, hormat buat Rahmet yang udah mengangkat tema tawuran ini. Ditambah lagi selalu diselipkan pesan perdamaian dan persatuan pelajar Indonesia. 
 
Jangan lupa ketok langit-langit kalau mau turun kopaja!

Sekian

Photo by Attentie Attentie on Unsplash

Credit

Logo by : Cup graphic by Madebyoliver from Flaticon is licensed under CC BY 3.0. Made with Logo Maker