Rabu, 26 Mei 2021

Reduksi Kasih Sayang




 

[Disclaimer: Gw bukan pakar percintaan. Tulisan ini murni opini pribadi. Jika ada kerugian yang muncul karena mengikuti yang ada di tulisan ini, penulis tidak bertanggung jawab terhadapnya. Silakan dibaca dengan berkesadaran dan penuh tanggung jawab]

 

Servus!

 

Akhirnya! Setelah sekian lama vakum menulis, kali ini gw berkesempatan kembali menulis. Sebenernya mah ide ada aja, hanya saja niat dan waktu yang kadang sulit untuk diajak kompromi. Gw kan belum jadi penulis yang pro, yang bisa menulis naskah berbobot dalam waktu yang pasti lebih singkat dari yang gw butuhkkan dalam menyelesaikan satu tulisan. Tapi, gak masalah. Better late than 'eweuh' kalo kata orang mah, yah! :) 

 

Mengacu ke judul tulisan kali ini, mungkin sudah bisa ditebak bahwa tulisan ini akan berbau cinta berbumbu romansa. Iya! Betul sih. Gak salah 100%. Namun sebenarnya, gw lebih ingin mengulik tema percintaan ini dari sudut pandang yang menurut gw unik. Simak terus, ya! 

 

Bukan rahasia umum kalau salah satu ungkapan cinta yang sering digunakan adalah bunga dan coklat. Dalam beberapa kasus yang lebih ekstrem mungkin kita bisa menemukan ungkapan cinta itu berupa tiket liburan, tas mahal, atau mobil bahkan rumah! Crazy! Mohon maaf, gw sih gak level sama yang macem begitu, karena emang levelnya ketinggian! Abang gak shangguup, dik... hahaha

 

Pada dasarnya, gak ada yang salah dalam mengungkapkan cinta. Justru itu butuh dilakukan untuk lebih meneguhkan rasa cinta yang memang sudah ada. Yang ingin gw ulas adalah fenomena di tengah masyarakat bahwa ungkapan cinta yang romantis itu adalah memberi bunga dan coklat, bikin kejutan di hari ulang tahun, atau liburan bersama saat anniversary. Seolah hal-hal tersebut ada di "law of the game" percintaan, yang tentunya tidak tertulis, dan akhirnya menjadi "standar".


Kenyataanya, gak semua orang memiliki kesempatan dan kemauan untuk mengungkapkan cintanya sesuai "standar" yang berlaku. Coba jalan-jalan, deh. Maka lo akan tahu betapa manusia di bumi ini sangat beragam cara berpikirnya dan perilakunya. Sudah barang tentu cara mengungkapkan cintanya pun sangat beragam. Minimal, yang gw tahu sesuai dengan teori "5 Love Languages", manusia memiliki 5 kecenderungan dalam konteks pemenuhan rasa kasih sayang. Ada servis, hadiah, pujian, sentuhan, dan waktu yang berkualitas. Selengkapnya bisa cek di mari.


Sayangnya kita sudah terlanjur menyepakati sebuah standar, sehingga bisa muncul semacam rasa kurang puas ketika pasangan kita berlaku diluar "standar". Celakanya, ini bisa jadi pemicu pertengkaran dalam hubungan. Minimal, berkurangnya kebahagiaan saat bersama. Menurut gw ini konyol. Banget. Banget. Banget. Terus, apa hubungannya dengan judul? Bentar, ya. Setelah ini akan dijawab! :)

 

re.duk.si /réduksi/

n pengurangan, pemotongan (harga dan sebagainya).
       -Sumber


Rasa kasih sayang itu luas. Begitupun cara mengungkapkannya. Dengan adanya "standar" tadi, maka kasih sayang ini direduksi sehingga seolah hanya sekedar memberi bunga, kejutan saat ulang tahun, atau dinner di tempat mahal. Akibatnya, tidak tercipta ruang untuk kita berimprovisasi dalam hubungan untuk mengungkapkan kasih sayang kepada pasangan. Tidak ada kegiatan mancing dalam rangka pacaran. Nge-date kok ke museum? Udah kayak karya wisata anak SD! Mungkin seperti itu jadinya.

 

Gw dan istri berkesepemahaman bahwa ungkapan cinta itu harus diliberalisasi! Menetapkan standar sama saja dengan membunuh kreativitas dan keunikan sebuah pasangan. Biarkanlah masing-masing pasangan menentukan romantis versi mereka sendiri. Jangan hakimi mereka yang berbeda dan memilih tidak mengikuti "standar".


Sebagai contoh, gw hanya pernah memberi istri gw bunga sekali selama 6 tahun menjalin hubungan. Terhitung lebih sering gw memberikan mie instan daripada bunga. Konyol? Gak modal? Gak masalah. Lo semua boleh berkomentar. Cuma yang lo gak tahu, ada makna dibalik keputusan gw memberikan mie instan, alih-alih gw memberikan bunga. Nih gw kasih tahu!

 

Proses berpikir gw sampai akhirnya memutuskan memberi mie instan itu panjang dan gw gak asal-asalan memilih mie instan sebagai bentuk ungkapan cinta gw ke pasangan. Gw lebih suka memberi sesuatu yang thoughtful. Ini alasan gw, kenapa gw lebih memilih mie instan ketimbang bunga: 

1. pasangan gw suka banget sama mie instan itu 

2. Seru, loh, jadi bisa masak bareng, Bonding time lebih mantep! 

3. Kami menikmati makanan hasil usaha bersama. Enaknya gak ada yang bisa nandingin. Mohon maaf, chef Gordon Ramsay minggir, deh! 

 

Ah! Itu mah akal-akalan lo doang, bilang aja gak modal! Sekarang gini, lo beli bunga pakai apa? Cinta? Gak mungkin dong. Jelas pake duit, lah. Setelah lo keluarin duit untuk beli bunga dan lo berikan ke pasangan lo, setelah itu apa yang terjadi? Bunganya dibuang! Bunga kan gak bisa dimakan, kecuali lo Suzanna! Gw juga beli mie pake duit/modal, cuma bedanya mungkin ga semahal bunga pembelian lo! Prinsip gw: kalo gw keluar duit, gw harus bisa nikmatin. Maka, mie instan adalah pilihan yang lebih rasional daripada bunga. 

 

Intinya, kita harus bodo amat terhadap "standar" yang terlanjur berlaku. Yang terpenting adalah kebahagiaan kita dan pasangan, bukan dengan cara apa kita mendapatkannya (selama masih halal dan bertanggung jawab). Secara gak sadar gw dan pasangan mendobrak standar yang berlaku. Nge-date ke museum, lebih pilih mie instan daripada bunga, dan tidak merayakan hari kasih sayang, karena setiap hari adalah hari kasih sayang. Abaikan "standar" yang terlanjur berlaku, buatlah yang lebih menyenangkan daripada sekedar bunga dan coklat! Mari lebih thoughtful dalam bertukar hadiah. Lupakan nilai nominalnya, resapi maknanya. Nikmati momennya, abaikan tempatnya.

 

Jangan Lupa masuk kamar mandi kaki kiri dahulu!

 

Sekian. 

 

Bahasan ini sudah pernah tayang di Youtube Pangkatenam. Cek videonya di sini.

(Photo by Markus Winkler on Unsplash)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Credit

Logo by : Cup graphic by Madebyoliver from Flaticon is licensed under CC BY 3.0. Made with Logo Maker