Kamis, 20 Juli 2017

Takut Menjadi Sarjana

11.33

    

Servus!

Menjadi sarjana. Mungkin kita sepakat bahwa menjadi sarjana adalah langkah awal untuk meniti karir. Hakikatnya pembekalan dari sisi keilmuan sudah kita mulai dari jenjang usia dini, hanya saja pada jenjang perguruan tinggilah kita mulai terspesialisasi dalam sub keilmuan tertentu. Dari sini kemudian kita memiliki kesempatan untuk menjadi ahli dalam sebuah bidang.

Terus kenapa takut menjadi sarjana? Padahal ini bisa jadi awal dalam langkah menjajaki dunia karir. Lo gak pengen jadi orang sukses?

Ketakutan gw bukannya tidak beralasan. Gw masih percaya bahwa sesuatu itu terjadi bukan tanpa hikmah. Gw percaya semua terjadi karena ada tujuannya. Dimulai dari di keluarga mana kita dilahirkan. Walaupun merupakan takdir yang gak bisa diubah, tetep aja ada maksud dibalik dipilihnya orang tua kita sebagai wali di dunia. Anak tetangga lo pinter bukan main, sekarang udah kerja. Coba bayangin apakah hidup dia bakal sama kalau berorang tua yang lain? Atau ketika kita ngerasa kekurangan, pertanyaannya adalah apakah kehidupan kita pasti jadi lebih baik kalau kita terlahir dari keluarga yang lain?

Berangkat dr pemikiran diatas, gw percaya ada tujuannya kenapa gw dilahirkan ke dunia. Yang jelas bukan cuma untuk nambah sesak planet ini. Mulai dari di keluarga siapa gw dilahirkan sampai sekarang bisa jadi mahasiswa pasti penuh hikmah. Yang jadi soal adalah kita yang belum tau apa hikmahnya. Ini mutlak. Kita yang kadang gagal ngambil hikmah jadi keburu berpikiran negatif. Banyak yang rejeki orang tuanya lebih banyak dari orang tua gw, tapi mereka gak diarahkan untuk mencari ilmu sampai ke benua seberang. Alhamdulillahnya gw lahir di keluarga yang mendorong gw untuk berkembang dan menuntut ilmu jauh dr tanah air. Itu hikmahnya. Bisa jadi gw lahir di keluarga konglomerat, tp gak diarahin kuliah di Jerman. Intinya, semua yang terjadi ini ada hikmahnya. Muara dari hikmah ini semua adalah bersyukur. Kita gak selalu dapet yang kita mau, tp insya Allah dapet yang terbaik untuk kita.

Kembali ke soal kenapa gw takut jadi sarjana? Ya takut! Karena ada maksud dan tujuan gw dipilih untuk kuliah disini, dan ada pula maksud dan tujuan kenapa gw dikuatkan untuk bisa sampe tingkat akhir. Jangan-jangan kita mikir bisa sampe tingkat akhir hanya karena usaha kita aja. Rajin ngumpulin tugas, selalu dateng kuliah, belajar giat untuk ujian. Gw juga gitu. Pada awalnya. Tapi pernah ga mikir lo makan dari duit siapa? Dan ketika dukungan finansial lo dicabut, apa masih bisa kuliah lo setenang sekarang? Nah, lagi-lagi pasti ada hikmah, kenapa dukungan finansial kita belum dicabut sementara temen kita harus kerja bahkan sampai keluar dari kuliah karena sudah lebih dulu tertimpa masalah finansial. Menurut gw akan sama ketika kita mempertanyakan kenapa bisa masuk universitas A, dan si B masuk universitas yang lain. Semua Ada hikmahnya. Terlebih ada semacam pertanggungjawaban atas semua yang kita dapet.

Kata kuncinya tanggung jawab. Dunia ini gak bakal menuntut kita untuk berbuat sesuatu karena kita dapet nikmat ini dan itu. Jadi sarjana menurut gw adalah nikmat yang luar biasa besar. Berapa persen dari warga negara Indonesia yang bisa atau pernah mengenyam pendidikan di perguruan tinggi? Maka sebuah amanah besar gw rasa, ketika kita bisa jadi sarjana. Coba pertanyakan kembali , kenapa kita yang dipilih menjadi sarjana? 

Gw beranggapan bahwa menjadi sarjana adalah amanah untuk kita. Yang relevan untuk dipertanyakan adalah, Bagaimana ilmu yang kita punya bisa jadi bermanfaat untuk lingkungan kita. Gw ngebayangin gimana kalau misalkan air itu gak mengalir melainkan hanya berdiam di daerah hulunya saja. Apa jadinya kehidupan alam semesta. Bisa kita makan? jelas enggak. Padi bisa tumbuh di tanah yang banyak airnya. Jangan jauh-jauh untuk makan, untuk minum juga susah kalau gak ada air. Poinnya adalah, sesuatu yang mempunyai potensi kebermanfaatan harus ‘dialirkan’. Artinya janganlah kebaikan itu disimpan untuk diri sendiri, tapi coba berbagi untuk lingkungan sekitar. Ilmu yang kita punya adalah aset yang mahal dan berharga, sesuatu yang mempunyai nilai kebermanfaatan luar biasa besar. Akan sangat disayangkan jika ilmu ini hanya berkubang di hulu, di kepala masing-masing individu pemiliknya. Ada sebuah kampung yang berdampingan di dekat perumahan. Di kampung tersebut cuman sedikit yang sarjana, sementara hampir seluruh penghuni perumahan tersebut adalah sarjana. Coba kita perbandingkan nikmat pengetahuan yang kita punya dengan pengetahuan yang mereka punya. Dengan segala hormat, gak ada maksud merendahkan. Yang bikin risih kemudian, apa iya mereka gak punya hak yang sama untuk jadi pintar? 

Salah satu cita-cita besar bangsa kita yang sebagian tertuang dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 adalah “mencerdaskan kehidupan bangsa”.  Ini Alasan berikutnya kenapa gw takut untuk jadi sarjana. Gw ngerasa punya tanggung jawab untuk mencerdaskan kehidupan bangsa ini. Kenapa? alasannya udah dibahas sebelumnya. Pertama dari hikmah kenapa gw yang ditakdirkan untuk bisa mengenyam pendidikan tinggi, kedua dengan melekatnya gelar sarjana maka  ‘strata’ kita naik dibanding orang-orang yang gak berkesempatan dapet pendidikan tinggi. Di alam demokrasi seperti sekarang gw rasa masyarakat secara gak langsung terlibat dalam pemerintahan. Maka pola pikir kolot bahwa tugas pemerintahlah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa seharusnya sudah mulai terkikis. Karena kita semua termasuk dalam elemen pemerintah, secara tidak langsung. Yang ngaku pancasilais, sudah memberi sesuatu untuk membantu mencerdaskan kehidupan bangsa?


Sebenernya ini adalah otokritik. Menurut gw terlalu dangkal ketika gw pengen jadi sarjana hanya demi kesempatan di masa depan dalam dunia karir yang lebih baik. Itu salah satu tujuan. Tapi gw mencoba menggambarkan ini dalam sebuah spektrum yang lebih besar. Dampaknya bukan cuman untuk diri sendiri tapi juga lingkungan. Untuk diri sendiri membuat kita bersemangat dalam menebar kebaikan dengan bekal masing-masing dan dalam bidang tertentu, dan jelas lingkungan kita akan merasakan manfaat adanya sarjana. Jadi ketakutan gw adalah, apakah gw udah menjalankan fungsi gw dengan baik ketika akan jadi sarjana dan ketika nanti setelah jadi sarjana.

Kesimpulannya, jadi sarjana menurut gw adalah menjadi seseorang dengan tanggung jawab baru. Tanggung jawab terhadap diri sendiri sebagai orang terdidik maka harus ada perubahan, terhadap orang tua sebagai pembuktian bahwa kita udah siap mengarungi kerasnya dunia, terhadap masyarakat yang menunggu hal positif apa yang bisa kita telurkan untuk kebermanfaatan bersama, terhadap negara untuk kita bergerak ambil andil dalam usaha negara dalam mencerdaskan kehidupan bangsa, terhadap agama kita telah melaksanakan kewajiban tugas sebagai hamba Allah untuk mencari ilmu sehingga makin mengakui kebesarannya dan makin besar pula manfaat yang ditebar. Jangan ninggalin sampah dikolong meja!

Sekian.

[(Credit: Photo by Endup lepcha on Unsplash)]

Senin, 03 Juli 2017

#GagalPaham 4

22.22



0. Tentang Gagal Paham

Gagal paham adalah tulisan yang  mengangkat secuil fakta-fakta dari keseharian kita yang ternyata kalau kita kaji dan renungi sifatnya misteri, menyimpang atau tidak pada tempatnya. Dengan tulisan ini Gw mencoba ngajak kalian berpikir bareng tentang fakta lapangan yang luput dari perhatian kita.



Disclaimer : Tulisan gw tidak ditujukan untuk menyalahkan, memojokkan, mendiskreditkan apalagi mencemarkan nama baik dari perseorangan maupun kelompok masyarakat tertentu. Hal-hal yang dibahas disini murni hasil pengamatan penulis yang kemudian dituangkan dalam bentuk tulisan.

1. Latar Belakang

Matahari. Indonesia. Keduanya udah seperti sahabat karib yang gak bisa dipisahin. Secara, Indonesia adalah negara yang terbentang di sepanjang Garis Khatulistiwa. Akibatnya negara kita dapet jatah disinarin matahari selama setahun penuh, tanpa putus. Kecuali kalau lagi mendung sebelum hujan dan ketika hujan.

Ada nilai positif yang kita dapat kalau negaranya terletak di sepanjang Garis Khatulistiwa. Matahari bersinar setahun penuh yang bikin (seharusnya) pertanian menjadi maju, karena fotosintesis kan ditunjang oleh paparan sinar matahari. Bayangin aja setahun penuh matahari bersinar di Indonesia, kan berarti setahun itu pula tanaman-tanaman mendapatkan sinar matahari. Selain itu juga suhu relatif stabil, tergantung di dataran mana sih, cuman tetep aja stabil gak sampai ekstrem perubahannya, sampai minus.


Nilai negatifnya adalah sinar matahari mengandung sinar UV (Ultraviolet). Sebenernya bisa difilter gitu ketika sinarnya melewati lapisan ozon sebelum akhirnya sampai ke tanah. Tapi karena pembuangan gas-gas yang tidak ramah lingkungan mengakibatkan lapisan ozon ini perlahan menipis dan akhirnya bolong. Filternya ilang dan sinar UV ini langsung masuk aja tanpa difilter. Jadilah kita terpapar langsung sinar UV.


Sinar UV berbahaya buat kulit kita. Ini udah umum, kita semua tahu bisa menyebabkan kanker. Selain berbahaya untuk kulit, ternyata sinar UV juga punya efek negatif terhadap indera pengelihatan kita. Efeknya ngeri! mulai dari merusak kornea, retina sampai bikin katarak. Sebenernya kita punya perlindungan menyeluruh untuk tubuh kita dari sinar UV yang mungkin intensitasnya semakin banyak karena filternya udah banyak yang rusak.


Gw lebih concern ke melindungi mata sebenernya. Solusi perlindungan mata dari paparan sinar UV itu gampang, make kacamata hitam. Sunglasses. Udah itu doang. Penting banget terutama buat kita semua yang kebanyakan aktivitas di luar ruangan dan mau gak mau harus kena apesnya terpapar sinar UV. Karena efek sinar UV terhadap mata itu emang gak langsung, jadi kadang kita abai. Yang pasti pelan-pelan sinar UV ngerusak mata kita tanpa kita sadari. Masalah udah jelas, solusi juga ada. Lantas kenapa masih jarang yang pakai kacamata hitam? Mungkin karena dikatain " Sok artis! "

2. Contoh Konkret

Suatu hari gw pernah lagi main ke Jakarta. Gw naik krl dari bogor dan turun di statiun Gondangdia. Abis gitu gw harus jalan dulu kan karena gak naik kendaraan pribadi. Gw inget banget hari itu matahari lagi nyengat banget, alias cerah dan waktu menunjukkan pukul 11 atau 12 gitu dah gw lupa pastinya. Gw janjian gitu sama temen gw yang ternyata udah sampe duluan di tempat tujuan dan dia lagi makan sambil nunggu gw dateng.

Karena silau yaudah gw reflek ngeluarin kacamata hitam dari tas dan langsung gw pake aja pas banget langsung setelah keluar dari stasiun. Kebiasaan gw di Jerman kalau make kacamata hitam mah biasa aja gitu karena semua orang make. Gak ada hal khusus atau istimewa dari sekedar make kacamata hitam. Dengan santai gw pake aja kan itu kacamatanya dan gw jalan aja lenggang kangkung ke tempat ketemuan.


Sepanjang jalan gw berasa jadi entah artis atau teroris. Kenapa? karena gw diliatin gitu sama masyarakat. Gw juga gak tau pasti sih apa yang ada dipikiran mereka tatkala ngeliat gw jalan sambil make kacamata. Tapi mereka semua yang kaya ngeliatin banget gitu. Dikira gw artis kali ya, ngeliatin gw sambil nebak-nebak "wah ada artis nih! pernah nongol di FTV yang mana ya?" -_-

3. Tanggapan

Menurut gw nih ya, kacamata itu bukan barangnya artis. Maksudnya siapapun berhak make dengan santai tanpa perlu dapet label artis, atau sok artis. Memang pada kenyataannya kacamata hitam menjadi salah satu aksesoris pelengkap gaya sehari-hari. Tapi apa emang iya fungsinya buat gaya doang?

Seperti yang udah gw singgung sebelumnya, mata itu perlu juga dilindungi dari paparan sinar UV, apalagi yang udah gak kefilter, untuk menghindari kerusakan di masa depan. Menjadi penting banget menurut gw untuk pake kacamata hitam ketika lo beraktifitas di luar ruangan, bukan buat gaya doang, tapi buat mereduksi efek negatif dari sinar UV.


Darimana pula ada pikiran bahwa kacamata hitam itu barang artis, seolah-olah cuman artis yang sah make kacamata hitam? Mungkin nih ya, gara-gara sering ngeliat artis kalau pas lagi show atau lagi ngapain lah seringnya make kacamata hitam. Pertanyaan gw adalah, Apa pentingnya make kacamata item di dalem studio yang jelas-jelas gak ada sinar UV? Kalau ini emang tujuannya murni buat gaya. Nah yang macem gini boleh lah dipertanyakan. Tapi kita harus liat fungsi dari sesuatu itu beneran dari fungsi awalnya buat apa. Jangan karena pas lo nonton dahsyat, semua bintang tamunya make kacamata item terus lo punya asumsi kacamata itu barang artis. Terus hanya karena artis yang make terus lo ngerasa gak pantes gitu buat make? Artis itu siapa sih? manusia juga. Bau kaki juga. Sama aja bos, gausah terlalu wah banget kalau ngeliat artis.



Menarik untuk didiskusikan, kenapa kacamata hitam dianggap identik sebagai salah satu aksesoris artis? Kalau punya ide boleh langsung tulis di kolom komentar :)

Yang lebih kocak nih, ada yang getol banget make kacamata hanya ketika dia liburan. Lah beneran pas liburan gitu misalkan ke pantai atau ke mana kek, terus getol banget make kacamata. Lo liat aja semua foto-foto hasil liburannya pasti kebanyakan pake kacamata, padahal sehari-hari mah kagak make kacamata. Aneh gak? kok kesannya emang kacamata itu buat gaya doang, murni buat gaya doang. Coba pikir-pikir lagi, fungsinya kacamata itu pada dasarnya buat ngelindungin mata. Ketika lo make kacamata hitam dan terlihat keren, nah itu bonus buat lo. Poin pentingnya adalah mata lo terjaga.

4. Saran

Saran yang udah paling bakal gw sebut banget adalah jagalah mata, sekalian jaga pandangan. #azek. Jangan karena takut dicibir orang terus lo jadi abai sama bahaya sinar UV. Kalau mata udah rusak kan berabe urusannya, sementara mata penting banget buat aktivitas kita sehari-hari. Selanjutnya, coba pahami sesuatu dari fungsi dasarnya. Karena kacamata sebenernya kan buat melindungi mata, dan kebetulan menambah nilai plus ke penampilan kita. Tapi tetep aja fungsi awalnya buat melindungi mata.

5. Kesimpulan

Kesimpulannya, topik yang diangkat kali ini adalah masuk kategori misteri.  Karena gw gak ngerti aja gitu kenapa kalau ada orang make kacamata hitam terus langsung dikatain songong atau sok artis. Sebenernya gak ada urusannya orang make kacamata hitam terus langsung jadi keren dan tiba-tiba diajak castin buat FTV. Apalagi yang kalau lagi liburan getol banget make kacamata hitam sementara kalau gak lagi liburan kaya aib banget pas make kacamata hitam. Ini jangan-jangan emang niatnya murni buat nyombong. Yang macem gini sebenernya pola pikir yang harus diluruskan. Jangan lupa bawa sim dan surat-surat kelengkapan kalau lagi berkendara!

Sekian.

Credit

Logo by : Cup graphic by Madebyoliver from Flaticon is licensed under CC BY 3.0. Made with Logo Maker