Senin, 21 September 2020

#GagalPaham, kenapa masih banyak yang tawuran!

06.00




0. Tentang gagal paham 


Gagal paham adalah tulisan yang  mengangkat secuil fakta-fakta dari keseharian kita yang ternyata kalau kita kaji dan renungi sifatnya misteri, menyimpang atau tidak pada tempatnya. Dengan tulisan ini Gw mencoba ngajak kalian berpikir bareng tentang fakta lapangan yang luput dari perhatian kita.

Disclaimer : Tulisan gw tidak ditujukan untuk menyalahkan, memojokkan, mendiskreditkan apalagi mencemarkan nama baik dari perseorangan maupun kelompok masyarakat tertentu. Hal-hal yang dibahas disini murni hasil pengamatan penulis yang kemudian dituangkan dalam bentuk tulisan.
 

1. Latar Belakang
 

Sebelumnya gw harus berterima kasih kepada algoritma youtube, karena gw jadi gak sengaja nemu sebuah channel youtube yang dikelola oleh seorang komika, namanya Rahmet Ababil. Harusnya kalian pada tau yah. Secara dia pernah ikut ajang cari bakat Stand Up Comedy di Kompas TV. Entah gimana pokoknya tiba-tiba nemu channel dia. Di channel-nya, Rahmet ngebawain hal yang menurut gw unik, yaitu cerita-cerita pengalaman pribadi dari orang-orang yang dulu pernah terlibat tawuran, terlepas apa perannya di kejadian itu. Namun, perlu dicatet bahwa si Rahmet ini buat video bukan dalam rangka mempromosikan tawuran, melainkan untuk memberi edukasi kepada teman-teman yang masih sekolah agar menghindari tawuran. Yang bikin gw bingung adalah kenapa masih ada temen-temen yang semangat banget ikut tawuran?
 

2. Contoh Konkret


Lagi-lagi gw harus berterima kasih sama algoritma youtube. Karena gw nonton salah satu videonya Rahmet, muncul otomatis beberapa saran video-video dengan tema yang serupa. Yang mencengangkan adalah tanggal video itu diunggah belum terlalu lama. Maksud gw bukan yang kaya 10 tahun lalu gitu, baru 2 atau 3 tahun lalu. Artinya, fenomena tawuran ini masih ada dan masih banyak juga pelajar-pelajar yang aktif di aktivitas tersebut. Selanjutnya, hal yang bikin gw sedih adalah tawuran-tawuran itu terjadi di berbagai daerah. Kalau dinilai dari luas persebarannya, fenomena ini bisa diibaratkan seperti wabah penyakit, atau pandemi. Memang efeknya tidak langsung seperti wabah, namun tetep aja memberi efek negativ kepada masyarakat luas. Karena emang gak tanggung-tanggung, di dalem kereta juga dijadiin tempat buat ribut. Yang cerita itu pengakuan langsung dari kawan gw yang dulu waktu sekolah selalu naik krl dari rumahnya. Ini terjadi di sekitar tahun 2008-an gitu, ketika krl belum sebersih dan senyaman sekarang.Tiba-tiba gerbong krl berubah jadi medan perang, di mana ada batu beterbangan, orang berteriak dan beradu otot.


3. Tanggapan


Sayang banget. Itu hal pertama yang bisa gw ungkapin. Ya, karena kalo lo pikir-pikir lagi, emang sayang banget. Silakan lo cari tau berapa orang yang punya kesempatan sekolah sampai SMA dan sederajat? Kalau angkanya sedikit, artinya lo yang bisa sekolah sampe jejang SMA dan sederajat adalah salah satu dari sedikit orang beruntung di Indonesia. Kalau udah dapet kesempatan seperti itu, masa sih mau lo sia-siain? Apa hubungannya tawuran dengan menyia-nyiakan kesempatan?

Pertama, karena tawuran itu seperti cuplikan perang dalam arti paling kecil. Maksud gw adalah konsep yang berlaku di tawuran dan perang itu sama, sama-sama gak ada yang bisa menebak siapa kena pukul, siapa yang bakal terluka, siapa yang selamat atau bahkan siapa yang meninggal. Yang sama lagi adalah bakal mengakibatkan kerugian buat banyak orang. Korban beserta keluarga udah jelas rugi. Sekolah juga jadi tercoreng namanya. Warga yang tinggal di sekitar tempat kejadian tawuran bisa dapet kerugian, karena bisa jadi ada pengerusakan fasilitas atau mungkin properti pribadi.

Kedua, Kalau amit-amitnya ada bocah yang meninggal, yaudah game over. Capek-capek orang tua ngebiayain dari kecil sampe gede, bahkan bisa aja ada momen dimana harus ngutang dsb, udahannya meninggal karena tawuran. Rugi banget, kan? Padahal dengan bekal pendidikan SMA sederajat bisa mendapatkan pekerjaan. Alih-alih bantu keluarga dengan bekerja, eh doski malah rebahan mulu (baca: udah meninggal jadi tiduran mulu di kuburan). 

Ketiga, gak ada kerjaan di dunia ini yang menganggap bahwa tawuran adalah hal yang pantas dan bisa jadi leverage di CV kita. Padahal, peradaban manusia udah semaju itu sehingga ada orang-orang yang menginisiasi perkumpulan untuk mewadahi temen-temen yang suka kekerasan. Sebut saja tinju, gulat, atau UFC. Kekerasan itu buruk, kalau gak disalurkan lewat kanal yang tepat. Kalau beradu otot lewat jalur yang benar, maka cedera bisa diminimalisasi, bertarung dengan sikap saling menghormati, ada wasitnya yang mengawasi, bahkan bisa mendapatkan komisi setelah bertanding. Jadi, suka berantem gak berakhir sia-sia cuma buat adu nyali. Kuncinya ada di regulasi. Hal yang untuk kita baik, seperti jual beli, bisa juga membawa kerugian, jika tidak diregulasi dengan aturan-aturan yang fair.
 
  
4. Saran


Cobalah dipikirkan lagi, apa emang ada manfaatnya? Banyak pengakuan dari temen-temen di channel Rahmet, bahwa mereka yang sempat baku hantam malah jadi berteman setelah lulus sekolah. Lalu, apa esensi dari tawuran? Apa nilai yang diperjuangkan dan dibela? karena pentolannya aja berteman lagi selepas lulus sekolah. Logikanya, dulu mereka pasti beraksi atas dasar sebuah nilai yang sangat dipercaya, yang nilai tersebut kehilangan esensinya setelah terima ijazah. Terus untuk apa lo berantem? Lain kali, cari sebuah nilai yang berkesinambungan, yang tak lekang oleh waktu. Misalkan, sebuah nilai yang bisa lo percayai dan perjuangkan adalah menyayangi orang tua sebagaimana mereka menyayangi lo sedari kecil. Dengan punya nilai seperti itu, insya Allah hidup lo bakal lebih semangat dan penuh makna. Orang tua lo ridho dengan apa yang dilakuin, sehingga  ada aja jalan untuk meraih yang dicitakan lewat doa mereka.

Kalau emang lo demen banget sama kekerasan, silakan daftar untuk masuk sasana tinju kek, atau gulat, atau UFC. Dengan begitu, keselamatan lo terjamin, karena dipantau dan resmi. Udah gitu lo juga bisa dapet uang dari hasil pukul-pukulan. Kalo tawuran, sama sekali gak ada hal yang lo dapet. 
 

5. Kesimpulan
 

Marilah kita memikirkan hal yang akan kita lakukan dengan bijak dan rasional. Bisa melanjutkan pendidikan jenjang yang lebih tinggi berarti lo dapat sebuah kesempatan yang mungkin gak dipunyai oleh temen-temen lain yang gak seberuntung lo. Gunakan kesempatan itu buat hal yang lebih besar. Terakhir, hormat buat Rahmet yang udah mengangkat tema tawuran ini. Ditambah lagi selalu diselipkan pesan perdamaian dan persatuan pelajar Indonesia. 
 
Jangan lupa ketok langit-langit kalau mau turun kopaja!

Sekian

Photo by Attentie Attentie on Unsplash

Minggu, 13 September 2020

Kasir Menebar Kasih

19.38

 

Servus!

Hidup di rantau akan meninggalkan kesan, karena lika-likunya yang random dan naik turun semacam naik roller coaster. Jauh, dekat, dalam maupun luar negeri menurut gw gak jadi soal. Ketika jauh dari rumah perantau akan masuk ke dalam situasi baru dan asing. Selama hidup di rantau banyak hal-hal yang memaksa beradaptasi dengan lingkungan baru. Proses adaptasi inilah yang akhirnya akan memperkaya wawasan dan pengalaman perantau tersebut. Hal ini juga yang gw alami selama tinggal di rantau.

Masalah yang muncul ketika merantau beragam macamnya. Ada yang berjuang karena masalah finansial, masalah mental, kebudayaan dan lain sebagainya. Survival of the fittest agaknya berlaku buat orang yang merantau. Kisah nyata. Ada kawan-kawan yang akhirnya menempuh jalan lain dari tujuan awal merantau. Makdarit, perantau selain harus tangguh juga harus kreatif supaya bisa menyelesaikan tujuan awal dan tidak balik kanan kemudian mencari jalan lain. Gw pribadi menghadapi semua masalah yang gw sebutin sebelumnya.

Disclaimer: Di tulisan ini gw gak pengen menampilkan sirkus masalah, sirkus kesusahan dalam hidup selama di perantauan. Bukan dalam rangka berlomba pamer kesedihan atau kesusahan hidup, bukan juga untuk mendulang simpati. Murni gw hanya pengen membagikan pengalaman hidup gw.

Ada sebuah masa di mana gw harus bayar kuliah, tapi uang di bank cuman seuprit. Ibarat kata mau beli cilok aja bakal dicengin sama abangnya. Mungkin dia bakal bilang

"Mending gw jadi tukang cilok tapi ada duitnya".

Maka di waktu tersebut hal yang paling logis buat dilakuin adalah kerja dan ngumpulin duit. Gw daftar di sebuah portal online untuk cari kerjaan. Singkat cerita gw daftar kerjaan jadi kasir dan akhirnya diterima kerja jadi kasir di sebuah supermarket di Berlin. Kerjaan kasir di supermarket sekilas santuy dan gw merasa familiar dengannya, karena gw bertahun-tahun belanja di supermarket dan alhamdulillah selalu bayar. Betul. Bayarnya ya harus di kasir. Terang aja gw ngerasa familiar dengan pekerjaan seorang kasir. Kenyataannya?

Dua minggu pertama ancur. Lo pada pernah dong mengalami kepanikan di tengah situasi yang masuk kategori genting. Pertama yang jelas IQ mendadak jongkok, sehingga otak gak bisa menghasilkan pemikiran-pemikiran brilian. Efek yang paling menyebalkan adalah basket alias ketiak basah berlebih. Kenapa bisa jadi panik? karena lo gak bakal tahu apa yang bakal dilakukan oleh pembeli. Bisa jadi dia bertanya hal yang aneh, bisa juga dia marah-marah akibat dari lambatnya gw kerja. Ada 1001 kemungkinan hal yang bisa dilakukan oleh pembeli. 

Selepas dua minggu awal, gw udah mulai menemukan ritme dan mulai nyaman, karena gw udah lebih banyak tahu hal-hal dasar tentang perkasiran duniawi. Soal teknis udah beres. Ada lagi hal baru yang juga mengganjal. Selain kelakuan pembeli yang beragam, karakter atau pembawaan diri pembeli juga gak cuma 1 atau 2 tipe. Yang ini juga bikin jantung berdebar. Kalo pas dapet pembeli nenek-nenek santuy gitu enak, ya. Tapi kalo manusia paruh baya yang dateng setelah bekerja seharian terus dia ngantri di tempat gw, nah, itu yang menyeramkan. Karena sempet ada sekali waktu gw digas hanya karena dia berdirinya "lama". Pas ngantri. Pusing dah. 

Emang dasar orang Indonesia yang murah senyum, gw sih menghadapinya dengan senyuman aja. Seperti lagu Band Dewa 19. Lawan gw adalah orang Jerman yang dasarnya emang kaku. Alhasil, gak selalu senyuman gw dibalas dengan senyum. Kadang dicuekin, kadang disenyumin balik. Gw gak nyalahin mereka sih, karena bisa aja mereka baru aja menjalani hari yang menyebalkan. Ya bodo amat. Tapi berbeda ceritanya jika ada pembeli yang membalas keramahan gw. Jadi sama-sama senyum gitu. Momen yang singkat itu ternyata bisa berefek positif ke gw dan (semoga) juga ke pembeli tersebut. 

Yang gw pelajari adalah mood baik itu menular, begitu juga sebaliknya. Pembeli yang nyuekin dan manyun-manyun gitu berefek banget ke gw. Jadi males aja dan jadi bete. Dianya bete dan gw juga jadi ketularan bete dan akhirnya jadi saling bersungut-sungut. Sama halnya ketika gw yang jadi pembeli. Gw udah sadar bahwa dijutekin oleh pembeli itu gak enak. Makdarit, gw berusaha ramah kepada para kasir setiap kali gw berhadapan dengan mereka. Nah, ternyata niat baik tak selalu mulus. Ada aja saatnya gw udah ramah, eh, si kasirnya malah jutek. Alih-alih pengen ramah gw malah jadi males dan walhasil gw jutekin balik. Interaksi kan dua arah, ya. Jadi, kedua belah pihak harus sama-sama mengusahakan supaya jadi nyaman ketika berinteraksi.

Udah segitu aja. Berinteraksi lah dengan baik dan patut. Sebarkan aura positif, karena hal tersebut bisa menular. Berlakulah ramah kepada para kasir, karena sesungguhnya mereka lelah sama kaya lo.
 
Jangan lupa cuci tangan setelah keluar rumah!
 
Sekian. 

(Photo by zibik on Unsplash)

Credit

Logo by : Cup graphic by Madebyoliver from Flaticon is licensed under CC BY 3.0. Made with Logo Maker