Servus!
Persepsi yang terbentuk di dalam Negeri terhadap teman-teman diaspora yang sedang menimba ilmu di luar negeri biasanya adalah hidupnya enak dan hura-hura. Mindset yang terlanjur terbentuk tentang kehidupan di luar negeri lebih nyaman dan lain sebagainya dibandingkan di dalam negeri. Sayangnya, kenyataan acap kali sejalan dan emang benar adanya di luar negeri lebih nyaman. Tapi itu relatif. Sebenernya. Gak semua negara selain indonesia enak untuk ditinggali. Tapi pada hal tertentu memang perlu diakui indonesia tertinggal dibandingkan beberapa negara berkembang lain.
Tinggal di Berlin, Jerman buat gw adalah sebuah nikmat yang tak terkira. Alhamdulillah. Gw gak bakal sok-sok ngaku hidup seneng terus, hura-hura dan selalu bahagia. Pun gw gak pengen mencitrakan hidup disini isinya sedih dan susah mulu. Tinggal dimana pun pasti bakal ada tantangannya toh?
Sebagai mahasiswa, tinggal di Berlin rasanya kehidupan udah komplit gitu. Gw punya alasan kenapa bisa kasih pernyataan barusan.
Pertama, lo punya kesempatan dapet 1st grade education di universitas-universitas yang ada di Berlin. Dari ilmu pasti sampe yang gak pasti-pasti amat bisa lo dapetin disini.
Kedua, biaya hidup yang relatif gak terlalu mahal. Harga sewa tempat tinggal sih gw bilang bervariasi dan harganya dibandingkan dengan kota-kota lain di jerman bersaing. Salah satu faktor penentu biaya hidup mahal atau enggak adalah frekuensi lo jajan atau beli makan di luar. Nah harga makanan di Berlin boleh gw bilang relatif lebih murah dibandingkan kota-kota lain di Jerman.
Ketiga, banyak hiburan. Berbagai macam hobby dan minat orang-orang gw rasa bisa disalurkan disini. Yang suka olahraga punya media untuk menyalurkan hobby dan minatnya. Yang suka kuliner, udah gw sebut tadi harganya relatif murah dan variasi makanannya menurut gw ok punya. Yang suka fotografi, berlin terlalu urban buat lo lewatkan. Yang doyan dugem pun, gw rasa gabakal nyesel kalo tinggal di Berlin.
Keempat, sebagai orang Indonesia kita punya wadah untuk berserikat dan berkumpul untuk menyampaikan aspirasi. Halah. Ada PPI, ada ormas-ormas, ada perkumpulan keagamaan. Komunitas yang mengakomodir minat temen-temen mahasiswa juga gak sedikit. Menurut gw lengkap lah.
Dari semua poin diatas, kesimpulan sementara yang bisa diambil adalah hidup di Berlin sebagai mahasiwa boleh dikatakan nyaman. Tapi namanya hidup selalu ada dua sisi berbeda yang sama-sama harus dihadapi konsekuensinya.
Kenyamanan yang ditawarkan di Berlin itu berbatas. Untuk orang asing yang tinggal di Berlin diberlakukan sistem pemberian izin tinggal yang terbatas. Izin tinggal ini didapat jika lo punya alasan yang bisa meyakinkan pihak pemberi izin. Terdaftar di sebuah institusi pendidikan merupakan salah satu alasan meyakinkan untuk dapet izin tinggal.
Izin ini tak selamanya berlaku. Dalam sebuah interval waktu kita akan merasa nyaman dalam beraktivitas. Menjelang izin itu habis, kenyamanan tadi berubah seketika. Bagi yang beralasan tinggal di Berlin karena kuliah, maka kuliah lo akan terus dipantau sama pihak imigrasi dengan cara mempertanggungjawabkan pencapaian kuliah lo melalui bukti tertulis berapa sks yang udah dicapai. Masalah kembali muncul ketika jumlah capaian sks yang kita punya gak sesuai dengan ekspektasi pihak imigrasi. Tentu sebagai student punya hak untuk berargumen untuk menjelaskan perihal tersebut. Tapi kembali lagi, kewenangan memberikan izin tinggal sepenuhnya digenggam oleh pihak imigrasi. Kalau argumen kita dinilai gak masuk akal, yaudah bakal jadi repot. Mending banyak berdoa aja sama latian lagi supaya lebih jago ngeles kalo ditanya sama pihak imigrasi.
Inilah yang gw maksud sebagai rasa nyaman yang berbatas. Ada yang harus kita bayar untuk dapat kenyamanan ini. Hikmah yang bisa gw petik adalah hidup ini memang sejatinya perjuangan. Kita harus selalu memunculkan sebab-sebab terjadinya akibat yang kita inginkan. Disini panggungnya hukum sebab-akibat. Motivasi utama untuk senantiasa berusaha adalah memunculkan sebab pertolongan dari Allah. Makanya rumus untuk sukses tidak hanya sekedar berusaha, bukan juga hanya sekedar berdoa, tapi berusaha dan berdoa.
Selanjutnya, soal visa atau izin tinggal ini menjadi pelecut semangat untuk terus berusaha dan belajar. Waktu satu atau dua tahun terasa lama. Untuk bermain dan bersenang-senang memang cukup lama. Tapi untuk mengejar jumlah sks yang ditargetkan oleh pihak imigrasi rasanya selalu aja kurang. Selain memeras otak, mengatur strategi belajar dan membagi waktu pun akhirnya menjadi kunci untuk survive. Efek berada di bawah tekanan membuat kita menjadi lebih waspada. Butuh keberanian untuk menghadapinya. Terlebih untuk terus menerus berada dibawahnya. Dari sini gw mendapat banyak pelajaran. Pelajaran mahal yang gasemua bisa ngalamin dan bisa lewatin. Dan gw bersyukur karena punya kesempatan itu.
Akhirnya, gw berdoa semoga kenyamanan gw belum menemui ujungnya untuk saat ini, karena masih banyak yang harus gw selesaikan disini, di tanah rantau. Untuk temen-temen seperjuangan, semoga kalian semua dilancarkan urusannya. Tetep semangat dan berusaha. Jangan lupa tutup pintu kulkas!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar