Servus!
Ujian
menjadi semacam keniscayaan ketika seseorang menuntut ilmu. Ujian menjadi salah
satu tolok ukur kemampuan kognitif siswa yang lazim digunakan. Hasil ujian
siswa kemudian digunakan sebagai bahan evaluasi guru terhadap siswa
bersangkutan terhadap pelajaran atau mata kuliah tertentu. Konsep ini gw rasa kurang
lebih sama diterapkan di mana pun dan level apapun. Yang menarik adalah
bagaimana ujian ini dijalankan dan aturan-aturan yang ada dalam sistem tersebut.
Kali ini gw mau cerita tentang sistem ujian di kampus tempat gw belajar, HTW
Berlin (university of applied sciences Berlin).
Pertama, gw
pengen bahas soal sistem penilaian. Yang berlaku di Jerman secara umum adalah
predikat terbaik mendapatkan angka 1,0 dan yang terburuk 6,0 dan batas rerata
kelulusan 4,0. Terbalik
dengan sistem penilaian di Indonesia yang menggunakan angka 4 untuk menerangkan
predikat terbaik. Jadi, kalau ada yang cerita ujian di Jerman dapat nilai 4,
jangan buru-buru dibikinin tumpeng, karena itu adalah nilai kelulusan minimal.
Hehe
Kedua,
gw pengen ngomongin soal waktu-waktu ujian yang ada di kampus. Di Kampus gw
semesteran dibagi jadi Sommersemester, yang dimulai bulan April sampai Agustus,
dan Wintersemester, yang dimulai bulan Oktober sampai dengan Februari.
Sayangnya, di sini gak ada UTS kaya kampus-kampus di Indonesia. Akhirnya,
kelulusan sebuah mata kuliah hanya ditentukan dengan sekali ujian di akhir
semester. Ujian diadakan tiap semester pada minggu terakhir Januari untuk
Wintersemester dan akhir Juli untuk Sommersemester. Yang unik adalah adanya dua
gelombang berbeda untuk mengikuti ujian, gelombang 1 seperti yang gw sebut
sebelumnya dan gelombang dua yang biasanya berselang 1-2 bulan setelah
gelombang 1 selesai. Mahasiswa diberi kebebasan untuk mengikuti ujian di salah
satu termin tersebut, atau bahkan di keduanya bilamana terpaksa ada pengulangan di mata
kuliah tertentu karena tidak lulus.
Ketiga,
gw pengen bahas aturan khas Jerman yang ngeri banget. Ini jadi momok banget sih
buat setiap mahasiswa yang kuliah di Jerman. Setiap mata kuliah diberi jatah
ujian sebanyak tiga kali percobaan untuk mengulang. Lega banget rasanya kalau
bisa langsung lulus di percobaan pertama. Rasa senengnya semacam berhasil
menebak tirai yang bener di acara Super deal 2M. Pft. Nah, kalau ada yang
terpaksa harus mengulang karena nilai yang diraih gak mencapai batas minimum,
maka ada dua percobaan tersisa untuk lulus mata kuliah tersebut. Bagian yang
mengerikannya adalah kalau gak lulus percobaan ketiga, maka mahasiswa tersebut
harus di drop out, alias dikeluarkan dari kampus. Sedihnya lagi ada konsekuensi
tambahan, yaitu gak boleh kuliah lagi kalau di jurusan tersebut ada mata kuliah
yang serupa seperti mata kuliah yang membuat dia di DO. Sebagai
tambahan, gak ada yang namanya remedial dan semester pendek untuk bantu-bantu supaya
lulus. Prinsip sederhananya, kalau lulus yaudah lulus, kalau enggak lulus
yaudah ulang lagi sampai percobaannya habis.
Keempat, gw
cerita sedikit tentang aturan khusus di kampus gw. Ada namanya Wiederholbarkeitsfrist,
intinya batasan waktu untuk lulus sebuah mata kuliah, di mana di poin sebelumnya
batasan datang dari jumlah keikutsertaan pada sebuah ujian. Batasan waktu ini
lamanya 3 semester, yang berarti dalam waktu 3 semester seorang mahasiswa harus
sudah lulus sebuah mata kuliah yang diambil dengan percobaan sebanyak 3 kali.
Ketika mahasiswa mendaftarkan diri untuk mengikuti sebuah ujian, maka batasan
waktu ini mulai dihitung dan berarti dalam 3 semester harus sudah lulus mata
kuliah tersebut. Sebagai contoh, gw ambil mata kuliah matematika 1 dan daftar ujian
di semester 1. Ingat ada 2 gelombang dalam 1 semester untuk ikut ujian.
Katakanlah gw ikut di gelombang 1 dan berakhir gak lulus. Artinya percobaan gw
sisa 2 kali lagi. Gw punya opsi untuk ikut ujian lagi di gelombang 2, tapi
kalau gagal lagi maka sisa percobaan tinggal 1. kalau opsi ini gw abaikan, maka
pilihan kedua adalah gw tunda sampai semester yang akan datang. Gak masalah,
karena percobaan gw sisa 2 dan batasan waktu masih ada sampai semester 3 (dalam
3 semester harus lulus, hitungan dimulai dari semester 1). Di semester depan ternyata gw gak yakin, pengen tunda
lagi sampai semester depan. Rada bermasalah, karena gw masuk semester 3 yang
berarti batasan waktu bisa mengeluarkan gw dari kampus, tapi perlu diingat gw
masih punya 2 percobaan. Katakanlah di semester 3 ini gw baru siap ujian di
gelombang 2. Akibatnya, 1 percobaan gw hangus gitu aja karena tiap semester
hanya ada 2 gelombang dan gw gak bisa ngulang di semester 4 karena batasan
waktu. Fiuh, panjang dan rumit ya. Tapi ya emang begitu adanya. heu
Hikmah
yang bisa diambil adalah bahwa universitas tempat gw kuliah punya banyak alasan
untuk mendepak mahasiswanya. Di lain sisi, gw punya alesan juga untuk kerja
lebih keras supaya terhindar dari tirai yang isinya zonk. Intinya, usaha
ditingkatkan sampai maksimal dan biarkan Allah menentukan sisanya. Itulah
pentingnya berusaha dan berdoa dalam kesempatan apapun. Jangan lupa daftar
ujian!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar