Jumat, 25 Agustus 2017

Hijrah Dari Mall

11.35

Servus!

Refreshing itu penting. Rutinitas harian bisa berefek rasa bosan dan penat. Butuh sesuatu di akhir pekan untuk mencairkan perasaan-perasaan itu sehingga kembali fit untuk mengawali minggu yang baru. Pilihan refreshing gw rasa tak berbatas. Artinya, banyak kemungkinan yang orang bisa lakuin untuk mencairkan penat dan bosan, termasuk melakukan hobi. Keterbatasan waktu dan biaya seringkali memaksa untuk refreshing yang bertempat disekitar tempat tinggal, disamping banyak variabel lain yang membuat ruang gerak terbatas. Ini menjadi menarik untuk didiskusikan, apa aja yang bisa dilakuin untuk melepas penat dan membunuh bosan?

Yang menarik untuk didiskusikan adalah mode refreshing apa yang bisa ditawarkan di tempat kita tinggal. Banyak variabel yang bisa dipakai sebagai dasar memilih sebuah mode refreshing. Mulai dari biaya, jarak dari tempat tinggal sampai kenyamanan. Setiap orang punya kecenderungan masing-masing dan pasti bermacam-macam. Pertanyaannya kemudian, gimana kalau pilihan refreshing-nya aja gak ada, alih-alih mau menimbang pilihan berdasarkan variabel tertentu?

Hal yang baru gw sadari setelah dapet kesempatan tinggal di Benua seberang. Dulu gw gak merasa ada masalah ketika tiap akhir pekan harus jalan ke mall karena gw gak melihat opsi lain untuk refreshing. Sebagai alternatif mungkin nongkrong sama kawan-kawan di cafe atau restoran. Jadi jangan heran kalau mall terus dibangun di Indonesia. Padahal kalau mau jujur, apa urgensinya bikin mall banyak kalau toh isinya sama semua? Gw Gak menyalahkan, karena namanya juga bisnis, ketika dilihat pasarnya menjanjikan pasti akan terpusat perkembangannya di sektor tersebut.

Lain cerita ketika gw sampai dan tinggal di Berlin. Jumlah mall gak banyak dan kalah megah sama mall-mall yang ada di Jakarta. Soal isi gak usah ditanya, sama aja kaya mall kebanyakan. Isinya cuma kios-kios yang menjual merk terkenal juga yang biasa-biasa aja. Standar. Disitu gw menemukan kejenuhan di tempat yang seharusnya jadi tempat gw membuang kejenuhan.

Disini gw menemukan mode baru untuk melepas penat selain ke mall. Gw berkunjung ke taman-taman kota. Gw baru sadar ternyata jumlah mall dibandingkan dengan jumlah ruang terbuka publik kalah jauh. karena itu, Opsi gw bertambah gak cuma main ke mall tiap akhir pekan. Ternyata seru banget kalau main ke ruang terbuka publik gitu. Bisa ketemu banyak orang baru dan mata seger ngeliat banyak pohon yang hijau-hijau. Dan yang terpenting, kegiatan berlangsung gak di dalam ruangan. Bayangin aja seminggu penuh beraktifitas di dalam ruangan dan ketika harus refreshing malah menghabiskan waktu di dalam ruangan. Jadi kurang greget.

Dan ternyata gw menikmati banget pas berkunjung ke ruang terbuka publik, terutama waktu musim panas. Bisa duduk-duduk doang, nonton atraksi-atraksi sampai ada musisi indie yang unjuk gigi. Semua terjadi di ruang terbuka. Terlebih waktu nungguin matahari terbenam, bahagia dan senengnya berkali lipat. Semoga kedepannya di Indonesia banyak dibuat ruang terbuka publik. Boleh lah sesekali izin mendirikan mall ditolak dan digantikan dengan yang terbuka-terbuka. Yang terbuka Lebih asik, kan?

Jangan lupa password media sosial! 


Sekian.

Photo by Lukasz Saczek on Unsplash

Minggu, 13 Agustus 2017

Memaknai Kemerdekaan

14.48


Servus!

Hidup terjajah jelas mimpi buruk buat semua orang. Denger cerita jaman penjajahan aja rasanya udah ngeri, gimana kalau ngalamin sendiri. Amit-amit ya :/

Bangsa kita dijajah selama 350an tahun lamanya. Bisa lepas dari belenggu penjajah dan menjadi bangsa merdeka adalah sebuah anugerah yang tak terkira nilainya. 

Sejarah mencatat hanya sedikit bangsa yang bisa bertahan sekian lama dibawah pendudukan bangsa barat. Sebagian lainnya bener-bener dimarjinalkan dan menjadi minoritas di tanah leluhurnya sendiri. 

Coba kita tengok suku indian, penghuni asli dataran Amerika. Berapa jumlahnya sekarang? gambar-gambar dari suku indian yang berhasil diabadikan menunjukkan bahwa rupa asli penduduk Amerika gak berperawakan seperti yang kita kenal sekarang.

Selanjutnya ada suku Aborigin, yang tanah leluhurnya gak terpaut jarak yang cukup jauh dari Indonesia. Apa kabarnya hari ini? Penghuni benua Australia nampak bukan seperti leluhur di tanah itu. Orang Aboriginnya ke mana?

Di Indonesia kita lihat ada berapa banyak bambang? Ada berapa banyak nama putra? icha? belum lagi nama macem-macem marga. Nama khas dari Orang Indonesia berdasarkan latar belakang budaya dan sukunya masing-masing. Ini menunjukkan eksistensi kita masih kokoh. Langit Indonesia dijunjung oleh kita, pewaris resmi dari leluhur-leluhur kita. 350 tahun dijajah tapi kita gak bernasib sama dengan yang tadi gw sebutin. Disini kita patut bersyukur dan wajib berbangga. Dalam diri kita mengalir darah pejuang. Darah orang-orang pemberani. Penantang segala bentuk penjajahan.

17 Agustus 1945 sejatinya hanya simbol. Tanggal yang menjadi babak baru perjuangan panjang para pejuang yang mendahului kita. Deklarasi bahwa kita tidak terikat dengan pihak manapun, tapi jelas tidak menegaskan bahwa perjuangan bangsa berhenti sampai disitu. 

Kemerdekaan ini wajar kita rayakan dengan suka cita, dengan harapan tidak melupakan jasa-jasa para pejuang yang telah mendahului kita, yang memerdekakan bangsa ini. Minimal kirim doa untuk mereka yang rela mengorbankan jiwa raga untuk ketentraman hidup kita sekarang. 

Yang wajib diadain yaitu upacara bendera. Prosesi yang buat gw sakral banget, karena dulu pernah tergabung di Paskibraka Kota Bogor. Jadi kesannya beda aja kalo tiap taun liat upacara hari kemerdekaan. 

Nah Cara melakukan selebrasi menyambut hari kemerdekaan menurut gw unik. Yang lazim kita kenal banyak diadakan perlombaan 17-an. Dari level anak-anak hingga dewasa. Sampe ada yang upacara diatas gunung atau dibawah laut.

Diatas itu semua yang terpenting adalah berhasilkah kita memaknai hari kemerdekaan ini. Kemerdekaan itu sesuatu yang sangat mahal. Harus ada hikmah yang bisa kita ambil tatkala kemerdekaan itu kita dapatkan. Jangan terlena di kehidupan yang nyaman ini sehingga gagal mendapatkan esensi dari perayaan itu sendiri.

Gw sendiri memaknai kemerdekaan sebagai momentum untuk merefleksikan diri, udah sejauh mana gw berbuat untuk bangsa gw. Orang bijak pernah berkata, jangan tanyakan apa yang telah negara berikan kepadamu, tapi tanyakan apa yang telah kau sumbangkan kepada bangsamu. 

Dalam perjuangan merebut kemerdekaan, gw yakin gak semuanya angkat senjata. Banyak yang jadi tentara, tapi banyak juga yang menjadi pendidik, yang jadi dokter, perawat, petani dsb. Usaha untuk merdeka menurut gw adalah gabungan dari berbagai macam elemen masyarakat dan bidang. Dari sini gw berpendapat, pemerintahan hanyalah salah satu instrumen untuk menuju kemerdekaan. Ada banyak hal lain, di bidang lain yang bisa kita kerjakan asal kita semua satu tujuan. 

Inti yang pengen gw share adalah lakuin aja sesuatu, sesuai kemampuan lo di bidang terbaik lo untuk Indonesia. Gausah nunggu jadi pejabat untuk membantu masyarakat. Gausah nunggu jadi S-3 baru bantu kerjain PR adik kita.  Karena perjuangan bangsa ini bukan cuman yang konfrontasi angkat senjata, tapi juga melalui jalur lain yang kadang gak kita cermati.

Sekali merdeka tetap merdeka!

Jangan salah barisan pas upacara!


Sekian. 

Rabu, 09 Agustus 2017

Sekalinya Muncul, Langsung Ngerepotin!

09.58


Servus!

"Ah! Dia mah muncul kalau lagi butuh doang, abis itu juga cabut lagi".

"Pas gw butuh mana dia nongol? dulu pas dia susah gw tuh yang selalu siap bantuin!". 

Sering banget denger atau baca. Bahkan udah kelewat sering sampe bosen dan berujung resah. Gw ngerasa udah familiar banget sama yang barusan.  Mungkin lo semua juga udah sering banget denger kalimat barusan, yang biasanya keluar dari mulut kawan kita yang lagi sensi sama orang yang menurut dia muncul ketika pas ada butuhnya doang, selebihnya ngilang kayak ninja. Bener gak sih? Share di komentar ya kalo pernah punya pengalaman yang sama :D

Kalo kita cermatin nih ya, sebenernya inti dari contoh kecil diatas adalah tolong menolong. Si A minta tolong si B. Si B pada waktu itu siap siaga banget bantuin si A yang butuh pertolongan. Semua berjalan baik-baik aja. Gak ada masalah. Gak ada yang protes. Di lain waktu si A minta tolong lagi sama si B karena dia kebetulan ada masalah lagi. Gw gatau nih, entah emang idupnya si A banyak cobaan atau dianya sendiri yang bawa bala. Idupnya banyak masalah. Gw kurang tau tuh :/ . Sampe di suatu waktu si B sadar, si A kok kayak jarang nongol lagi. Otomatis otaknya nge-recall semua momen yang berhubungan kemunculan si A. Terang aja yang keinget adalah saat dimana si A butuh bantuan, minta tolong ke si B dan si B dengan sigap bantuin si A. Sekarang situasi berbalik, si B butuh bantuan si A, tapi si A udah ngilang gak tau kemana. Inilah awal mulanya.

Si B mulai bete. Dia kesel kenapa pas dulu si A butuh bantuan si B selalu ada. Seolah si B jadi tujuan utama kalo si A kebetulan lagi ada masalah. Pas giliran si B yang butuh si A malah ngilang. Lebih mirip kaya dia tiba-tiba jadi budeg, gak mau dengerin keluhan si B. Mirip lah sama wakil rakyat yang mendadak budeg ketika udah terpilih, gak mau lagi dengerin keluhan rakyat. Asek.

Dulu gw diajarin dalam urusan tolong menolong gak boleh ada kata pamrih. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) arti kata pamrih adalah 

maksud yang tersembunyi dalam memenuhi keinginan untuk memperoleh keuntungan pribadi

Poin yang ingin ditanamkan dahulu adalah kita harus menolong sesama, yang membutuhkan pertolongan dengan tanpa pamrih. Artinya ya harus ikhlas. Maknanya sama aja kaya gak boleh ngarepin sesuatu sebagai imbalan atas pertolongan yang udah kita kasih kepada orang lain. Sayang, teori gak selalu gampang kalo udah masuk hal penerapan. Yang kadang gw pertanyakan adalah, apakah teorinya yang memang terlalu sulit, atau kita yang sebenernya belum 100% paham teori tersebut? 

Menurut gw, ada sedikit salah paham. Dalam hal ini pemahaman tentang hal menolong, dan dimintain tolong. Buktinya curahan-curahan hati seperti yang gw contohkan di awal. Kalo emang menolong orang lain itu harus ikhlas, kenapa kita sewot ketika seseorang yang dulu pernah kita tolong kemudian berhalangan untuk membantu kita yang sedang butuh pertolongan. Harusnya santai aja dong. Kan gak ngarepin apa-apa.

Yang perlu dipahamin pertama adalah hakikat pertolongan itu sendiri. Gimana sih kok sampe ada orang yang mau bantuin kita. Menurut pendapat gw, semua yang terjadi di dunia ini udah ada yang ngatur. Termasuk dalam hal kapan doa kita dijawab ketika butuh pertolongan. Jawaban doa kita atas semua masalah pun caranya selalu misterius dan datangnya dari arah yang tak terduga. Yang lebih misterius lagi adalah medium untuk menyampaikan pertolongan tersebut. Contohnya, kita lagi butuh uang untuk keperluan pribadi. Cukup mendesak tapi uang yang kita punya gak cukup. Bentuk bantuan yang kita butuhkan pada saat itu adalah berupa uang. Gak mungkin dong pas kita bangun tidur tiba-tiba udah ada uang segepok di bawah bantal. Rada gak logis ya. Tapi bisa jadi ketika lagi jalan ke warung mau beli sabun, tiba-tiba ketemu tetangga blok sebelah, terus ngobrol-ngobrol dan ternyata dia abis menang arisan. Ada uang lebih. Karena waktu kecil suka main bola bareng, akhirnya kawan kecil lo ini minjemin duit sejumlah yang kita butuh untuk nutupin kekurangan. Sebuah kebetulan yang kebetulan banget, tapi masih lebih logis dan lebih mungkin terjadi daripada tiba-tiba nemu uang segepok di bawah bantal pas bangun tidur. Caranya misterius dan mediumnya pun sama. Intinya kita dapet pertolongan tepat di waktu yang tepat. 

Coba sekarang kita liat si kawan kecil ini yang tiba-tiba mau ngasih pinjem. Padahal nongkrong bareng aja udah gak pernah lagi semenjak puber. Orang kaya pun menurut gw masih banyak yang pelit ke orang lain yang sedang membutuhkan, nah ini si kawan kecil yang hartanya gak seberapa tapi kok bisa dengan lapang dada ngasih pinjeman berupa uang. Pasti ada sesuatu nih. Hati manusia itu ada yang membolak-balik. Keikhlasan dan empati itu urusannya hati. Harusnya kalau mau dapetin bantuan, kita harus bisa "menyerang" tepat di hatinya orang tersebut sehingga dia tergerak untuk ngasih bantuan. Tapi gw gak yakin pas kita ketemu sama temen lama gitu terus cerita sampe nangis-nangis, lebay gitu biar dapetin simpati. Di warung lagi. Yakeles. Pasti ngobrol seadanya dengan gesture yang normal. Nah terus kenapa si kawan kecil ini langsung berinisiatif buat bantu? Inilah pertolongan yang datangnya dari arah tak terduga lewat medium yang sama misteriusnya. Menurut lo sebuah kebetulan? Skenario yang terlalu cantik kalo mengingat ini kehidupan nyata, bukan sinetron atau film yang bisa diatur-atur jalan ceritanya supaya cantik. 


Dari ilustrasi di atas pelajaran yang bisa diambil adalah semua yang terjadi di dunia ini lebih dari sekedar kebetulan, tapi udah diatur. Menjadi kebetulan karena keterbatasan nalar dan daya imajinasi kita untuk menerka masa depan. 

Kalau sepakat, bisa kita lanjutin ke poin selanjutnya. Kita udah satu frekuensi bahwa yang terjadi dalam hal tolong menolong gak lebih dr jawaban atas masalah yang kita hadapi melalui medium tertentu. Harusnya kita ngeliat hal ini melebihi si mediumnya. Jangan berhenti di mediumnya. Bukan berarti gak tau terima kasih. Kasih penghargaan setinggi-tingginya untuk orang yang udah bantuin kita, tp jangan kemudian memberi "gelar" berlebihan untuk seseorang karena dia selalu bantuin kita. Kalau itu kejadiannya, ya berarti emang dia aja yang lagi jadi medium turunnya bantuan buat kita. 

Begitupun kalau kita ngebantuin orang lain. Jangan niatnya hanya sebatas bantuin orang itu, tapi liat lebih jauh lagi. Kita bantuin orang karena kita mau melakukan amal shaleh. Kita ngebantu orang karena gw butuh dibantu juga sama orang. Entah sama dia yang pernah kita bantu, atau sama orang lain yang beneran random.  Dan kalau orang minta tolong ke kita, harusnya bersyukur aja ternyata orang lain masih inget sama kita. Kita "dianggep" di hidupnya dia. Kita dikasih kesempatan untuk beramal. Jangan buru-buru menggerutu, ini orang ngilang pas lagi butuh aja nongol. Ya kalau ngeliatnya pake perspektif lama, yang ada lo bakal capek sendiri. Baper mulu. Sewot mulu. Gak capek apa?

Kalau kita ngeliat hal tolong menolong dengan perspektif yang barusan gw tawarin, insya Allah hidup lo jadi lebih ringan, karena gausah mikirin dan baper karena orang yang menurut kita gatau bales budi. Simpel aja. Kalau lo dimintain tolong, berarti lo lagi ditunjuk jadi medium. Kalo lo ditolong sama seseorang, berarti orang itu lagi jadi medium datengnya pertolongan. 

Semoga perspektif baru dari gw memperkaya sudut pandang kita dalam menyikapi sesuatu. Boleh share pengalaman atau pendapatnya kalau ada :)

Jangan lupa bayar pas abis turun angkot!

Sekian.

credit: Photo by Annie Spratt on Unsplash

Selasa, 01 Agustus 2017

Kenyamanan Berbatas

07.55


Servus!

Persepsi yang terbentuk di dalam Negeri terhadap teman-teman diaspora yang sedang menimba ilmu di luar negeri biasanya adalah hidupnya enak dan hura-hura. Mindset yang terlanjur terbentuk tentang kehidupan di luar negeri lebih nyaman dan lain sebagainya dibandingkan di dalam negeri. Sayangnya, kenyataan acap kali sejalan dan emang benar adanya di luar negeri lebih nyaman. Tapi itu relatif. Sebenernya. Gak semua negara selain indonesia enak untuk ditinggali. Tapi pada hal tertentu memang perlu diakui indonesia tertinggal dibandingkan beberapa negara berkembang lain. 

Tinggal di Berlin, Jerman buat gw adalah sebuah nikmat yang tak terkira. Alhamdulillah. Gw gak bakal sok-sok ngaku hidup seneng terus, hura-hura dan selalu bahagia. Pun gw gak pengen mencitrakan hidup disini isinya sedih dan susah mulu. Tinggal dimana pun pasti bakal ada tantangannya toh?

Sebagai mahasiswa, tinggal di Berlin rasanya kehidupan udah komplit gitu. Gw punya alasan kenapa bisa kasih pernyataan barusan. 

Pertama, lo punya kesempatan dapet 1st grade education di universitas-universitas yang ada di Berlin. Dari ilmu pasti sampe yang gak pasti-pasti amat bisa lo dapetin disini. 

Kedua, biaya hidup yang relatif gak terlalu mahal. Harga sewa tempat tinggal sih gw bilang bervariasi dan harganya dibandingkan dengan kota-kota lain di jerman bersaing. Salah satu faktor penentu biaya hidup mahal atau enggak adalah frekuensi lo jajan atau beli makan di luar. Nah harga makanan di Berlin boleh gw bilang relatif lebih murah dibandingkan kota-kota lain di Jerman. 

Ketiga, banyak hiburan. Berbagai macam hobby dan minat orang-orang gw rasa bisa disalurkan disini. Yang suka olahraga punya media untuk menyalurkan hobby dan minatnya. Yang suka kuliner, udah gw sebut tadi harganya relatif murah dan variasi makanannya menurut gw ok punya. Yang suka fotografi, berlin terlalu urban buat lo lewatkan. Yang doyan dugem pun, gw rasa gabakal nyesel kalo tinggal di Berlin.

Keempat, sebagai orang Indonesia kita punya wadah untuk berserikat dan berkumpul untuk menyampaikan aspirasi. Halah. Ada PPI, ada ormas-ormas, ada perkumpulan keagamaan. Komunitas yang mengakomodir minat temen-temen mahasiswa juga gak sedikit. Menurut gw lengkap lah. 

Dari semua poin diatas, kesimpulan sementara yang bisa diambil adalah hidup di Berlin sebagai mahasiwa boleh dikatakan nyaman. Tapi namanya hidup selalu ada dua sisi berbeda yang sama-sama harus dihadapi konsekuensinya. 

Kenyamanan yang ditawarkan di Berlin itu berbatas. Untuk orang asing yang tinggal di Berlin diberlakukan sistem pemberian izin tinggal yang terbatas. Izin tinggal ini didapat jika lo punya alasan yang bisa meyakinkan pihak pemberi izin. Terdaftar di sebuah institusi pendidikan merupakan salah satu alasan meyakinkan untuk dapet izin tinggal.

Izin ini tak selamanya berlaku. Dalam sebuah interval waktu kita akan merasa nyaman dalam beraktivitas. Menjelang izin itu habis, kenyamanan tadi berubah seketika. Bagi yang beralasan tinggal di Berlin karena kuliah, maka kuliah lo akan terus dipantau sama pihak imigrasi dengan cara mempertanggungjawabkan pencapaian kuliah lo melalui bukti tertulis berapa sks yang udah dicapai. Masalah kembali muncul ketika jumlah capaian sks yang kita punya gak sesuai dengan ekspektasi pihak imigrasi. Tentu sebagai student punya hak untuk berargumen untuk menjelaskan perihal tersebut. Tapi kembali lagi, kewenangan memberikan izin tinggal sepenuhnya digenggam oleh pihak imigrasi. Kalau argumen kita dinilai gak masuk akal, yaudah bakal jadi repot. Mending banyak berdoa aja sama latian lagi supaya lebih jago ngeles kalo ditanya sama pihak imigrasi. 

Inilah yang gw maksud sebagai rasa nyaman yang berbatas. Ada yang harus kita bayar untuk dapat kenyamanan ini. Hikmah yang bisa gw petik adalah hidup ini memang sejatinya perjuangan. Kita harus selalu memunculkan sebab-sebab terjadinya akibat yang kita inginkan. Disini panggungnya hukum sebab-akibat. Motivasi utama untuk senantiasa berusaha adalah memunculkan sebab pertolongan dari Allah. Makanya rumus untuk sukses tidak hanya sekedar berusaha, bukan juga hanya sekedar berdoa, tapi berusaha dan berdoa. 

Selanjutnya, soal visa atau izin tinggal ini menjadi pelecut semangat untuk terus berusaha dan belajar. Waktu satu atau dua tahun terasa lama. Untuk bermain dan bersenang-senang memang cukup lama. Tapi untuk mengejar jumlah sks yang ditargetkan oleh pihak imigrasi rasanya selalu aja kurang. Selain memeras otak, mengatur strategi belajar dan membagi waktu pun akhirnya menjadi kunci untuk survive. Efek berada di bawah tekanan membuat kita menjadi lebih waspada. Butuh keberanian untuk menghadapinya. Terlebih untuk terus menerus berada dibawahnya. Dari sini gw mendapat banyak pelajaran. Pelajaran mahal yang gasemua bisa ngalamin dan bisa lewatin. Dan gw bersyukur karena punya kesempatan itu.

Akhirnya, gw berdoa semoga kenyamanan gw belum menemui ujungnya untuk saat ini, karena masih banyak yang harus gw selesaikan disini, di tanah rantau. Untuk temen-temen seperjuangan, semoga kalian semua dilancarkan urusannya. Tetep semangat dan berusaha. Jangan lupa tutup pintu kulkas!


Sekian.

Photo by Felix Plakolb on Unsplash

Credit

Logo by : Cup graphic by Madebyoliver from Flaticon is licensed under CC BY 3.0. Made with Logo Maker